Senin, 28 Maret 2011

Budaya Kerja

Salah satu tujuan pencanangan Gerakan Disiplin Nasional (GDN) adalah agar tercapainya tujuan dan kinerja kerja yang di lakukan oleh para pegawai, baik pegawai instansi swasta maupun pegawai instansi pemerintah. Meningkatkan kedisiplinan merupakan prioritas perhatian utana daru GDN tersebut mengingat semakin bertambahnya beban kerja yang menuntut produktivitas pekerja. Hal in sangat dengan tumbuhnya globalisasi yang menyebabkan persaingan semakin tajam di antara para pekerja baik di sektor bawah, menengah, maupun atas. Sikap disiplin sangat di perlukan guna membangun budaya kerja yang mantap. Penanaman budaya kerja yang setara dengan kebutuhan dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional.

Namun, dibalik tujuan tersebut, tampaknya kita perlu memperhatikan aspek-aspek tertentu yang dapat memacu keberhasilan Gerakan Disiplin Nasional. Aspek-aspek tersebut perlu ditelaah bersama agar usaha menciptakan budaya kerja yang baik bagi para pegawai dapat menjadi kenyataan.

Makna Disiplin

Disiplin berasal dari bahasa Inggris disciple yang berarti pengikut yang setia. Jadi, disiplin berkonotasi kepatuhan atau ketaatan, sedangkan budaya kerja adalah sikap hidup yang menunjukan perilaku dan pengolahan kerja masyarakat. Secara definitif, disiplin dan budaya kerja dapat di jelaskan sebagai berikut.

Sikap disiplin merupakan kesesuaian antara sikap perilaku/pola tindak seseorang dan norma-norma umum yang diharapkan. Tentunya, perwujudan sikap ini hendaknya timbul dari kesadaran moral yang tinggi tanpa disadari paksaan pihak lain. Dengan demikian, kepatuhan yang kita lakukan hanya didorong oleh rasa tanggung jawab pribadi semata. Apabila sikap disiplin ini telah tertanam didalam diri kita, upaya untuk mewujudkan budaya kerja yang kebih mapan pun dapat berhasil.

Budaya kerja adalah sikap hidup yang didasari oleh norma-norma yang telah menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang membudaya dalam tata kehidupan suatu masyarakat atau organisasi sehingga tercemin dalam perilaku kerja. Dalam GBHN 1988 dijelaskan, tujuan budaya kerja adalah manusia Indonesia harus memiliki sifat, antara lain tangguh, cerdasr, terampil, mandiri, rasa kesetia kawan, kerja keras, hemat, disiplin, dan berorientasi masa depan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Upaya mewujudkan sikap disiplin dan budaya kerja yang mantap sebenarnya terletak pada sumber daya atau manusianya. Kesadaran ini harus tumbuh di dalam diri setiap pegawai. Dengan demikian, pada gilirannya nanti, masalah pembentukan budaya kerja yang baik pun akan terealisasi dan terpelihara dengan konsisten.

Akan tetapi, persolaannya sekarang adalah masih banyak sikap negatif para pegawai yang menghambat pencapaian kesadaran itu. Akhirnya, sikap negatif yang ada dapat merusak citra kepegawaian dan produktivitas yang diharapkan dalam tatanan kehidupan kita. Sikap-sikap negatif itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, sikap mermehkan mutu. Sikap ini melekat di dalam diri kita apabila diminta memberi tanggapan atau penilaian terhadap hasil kerja seseorang, padahal semua kerja yang kita lakukan adalah suatu proses. Proses menuju hasil yang lebih memuaskan. Hasil kerja yang seperti apa pun harus dihargai karena tidak ada hasil pekerjaan yang pasti sempurna.

Kedua, sikap suka mengambil jalan pintas. Sikap ini sering kita lakukan, khusunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang bersifat administratif dan birkratif. Dalam hal ini, kita takut kepada birokrasi sehingga cenderung mengambil jalan pintas. Kita tampaknya harus menyadari bahwa ini adalah sebuah sistem. Dengan demikian, pekerjaan apa pun yang akan kita lakukan harus mengikuti prosedur dan birokrasi yang ditetapkan. Jalan pintas bukanlah yang terbaik, bahkan menyengsarakan kita. Namun, birokrasi juga hendaknya tidak mempersulit kelancaraan pekerjaan.

Ketiga, sikap tidak percaya diri. Banyak di antara kita yang memiliki sikap ini. Hal ini biasanya tampak pada saat kita melakukan tugas atau kerja yang dipercayakan kepada kita. Untuk menerima tugas ini sebaik mungkin kita menjawab “ya”, tetapi bagaimana mengerjakannya kita “kebingungan”. Sikap ini, membuat kita selalu tampak takut dan khawatir. Lakukanlah amanat yang dipercayakan kepada kita sesuai dengan kemampuan kita dan penuh percaya diri.

Keempat, sikap mengabaikan tanggung jawab. Pengabaian terhadap tanggung jawab yang diberikan kepada kita merupakan sesuatu yang fatal akibatnya. Oleh karena itu, tanggung jawab sebesar apapuna yang diberikan kepada kita haruslah kita terima dengan besar hati. Tidak seorang pun dapat “lari” dari tanggung jawabnya. Jadi, tanggung jawab merupakan landasan moral yang harus dimiliki oleh setiap pegawai, bahkan setiap manusia.

Kelima, sikap tidak memiliki motivasi untuk maju. Kita sering merasa puas dengan hasil yang kita peroleh. Hal ini membuat kita terlena dengan kondisi yang ada. Padahal, upaya untuk mewujudkan esok lebih baik daripada sekarang harus tetap menjadi pilar semangat kerja.bukanlah kita bersepakat bahwa hari ini harus lebih baik dari pada kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini?

Keenam, sikap tidak menghargai waktu. Salah satu sifat yang melekat di dalam diri kita adalah tidak menghargai waktu. Sikap ini menjadikan produktivitas kerja kita sangat rendah. Perubahan jam kerja dari enam menjadi lima hari tidak akan bermakna besar apabila sikap ini belum kita hilangkan. Kita ingat bahwa menghargai waktu adalah suatu kunci keberhasilan.

Ketujuh, sikap boros. Kita kerap kali tidak memperhitungkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengerjakan suatu tugas. Akhirnya, jumlah yang dianggarkan tidak sesuai dengan jumlah pengeluaran. Bahkan, sikap ini dapat menyebabkan tindakan korupsi semakin merajalela. Mengapa? Banyak biaya yang sebenarnya tidak perlu, tetapi tetap dianggarkan.

Kedelapan, sikap tidak menghargai atasan/bawahan. Dalam menciptakan budaya kerja yang nyaman, sikap timbal balik antara atasan bawahan harus terjalin dengan baik. Atasan menghargai kondisi dan hasil kerja bawahan, sementara bawahan menghormati kewenangan atasan terhadap dirinya. Dangan demikian, hubungan yang baik antara atasan dengan bawahan akan menciptakan iklim kerja yang kondusif dan saling mengisi.

Kesembilan, sikap menghargai pegawai. Sikap ini dapat menciptakan iklim kerja yang sehat dan menyegarkan. Dengan demikian, suasana kerja yang baik akan meningkatkan produktivitas kerja. Persaingan antar pegawai boleh terjadi asalkan berdasarkan pada peningkatan kualitas bukan atas dasar “cari muka” demi kepentingannya sendiri. Dengan kondisi ini, kebersamaan kerja akan menjadi sikap yang membudaya.

Berdasarkan uraian di atas, kita perlu mencari jalan keluar untuk mengantisipasi sikap-sikap negatif tersebut. Jika tidak, tanpa kita sadari sikap-sikap itu secara perlahan akan semakin “beradaptasi” dengan diri kita. Akhirnya, kita berselingkuh untuk menyatakan “mana cara kerja yang baik” dan “mana cara kerja yang tidak baik”.

Kita sasdar bahwa mencapai budaya kerja yang ideal itu sangat sulit. Akan tetapi, usaha-usaha untuk mengakomodasikan kekurangan-kekurangan kita dalam bekerja akan menjadi “kekuataun baru” yang sangat potensial untuk membangun diri. Alhasil, proses ke arah terbentuknya budaya kerja yang mantap akan dapat tercapai dan berhasil guna.

Komitmen

Untuk itu, kita memerlukan komitmen antisipastif sebagai upaya untuk mengantisipasi sikap-sikap yang negatif tersebut di atas. Komitmen ini sebagai perwujudan sikap, disiplin, dan budaya kerja yang menasional. Komitemen-komitmen ini meliputi:

a) dukungna pemerintah/pimpinan dalam menciptakan sikap disiplin dan budaya kerja yang konstruktif bagi kelancaran aktivitas kerja pegawai;

b) partisipasi total seluruh pihak untuk menciptakan sikap disiplin dan budaya kerja yang sehat dan konsisten;

c) keterlibatan seluruh pihak baik atasan maupun bawahan tanpa pengecualian untuk memberikan nilai keteladanan melalui sikap dan perilaku kerja;

d) pengadaan dana yang memadai dan tepat guna bagi penanaman sikap disiplin dan budaya kerja;

e) pemberian fasilitas kerja yang layak bagis seluruh pegawai sebagai dasar pembentukan sikap disiplin dan budaya kerja;

f) pemberian penghargaan yang semestinya diperoleh pegawai yang berprestasi dan memiliki konduite kerja yang baik;

g) respon positif terhadap sikap disiplin dan budaya kerja sebagai bekal menyongsong era tinggal landas pembangunan nasional bangsa Indonesia.

Sebagai penutup, dengan memperhatikan uraian di atas, marilah kita mengkaji diri untuk berbuat yang terbaik dan memberikan kontribusi positif melalui kerja dan pekerjaan kita.

1 komentar: